POTENSI
ADAT DAN TRADISI
ꦲꦢꦠ꧀ꦠꦿꦢꦶꦱꦶ
UPACARA ADAT (ꦲꦸꦥꦕꦫꦲꦢꦠ꧀)
Grebeg Selarong
Grebeg Selarong adalah sebuah tradisi budaya yang digelar di lokasi wisata Goa Selarong, acara budaya ini bertujuan untuk mengenalkan obyek wisata goa selarong kepada masyarakat luas dan memperingati hijrahnya Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta ke Goa Selarong pada 18 Juli 1825. Acara ini diadakan setiap tahun yang dikelola oleh para pemuda yang tergabung dalam Karang Taruna Dipo Ratna Muda Desa Guwosari, Pajangan, Bantul Yogyakarta, bersama Pemerintah Desa. Grebeg Selarong ini juga diramaikan oleh sebanyak 15 dusun dari Desa Guwosari yang tampil memamerkan seluruh potensi menampilkan unggulan yang ada di dusun mereka masing-masing. Jarak tempuh yang harus dilalui peserta kirab kira-kira 3 kilometer. Acara Gerebeg Selarong Bantul ditutup dengan berebut gunungan yang dibawa oleh peserta kirab setelah didoakan terlebih dahulu. Masyarakat yang hadir langsung berebut gunungan yang ada dihadapapan mereka. Agenda Grebeg Selarong juga dijadikan acara Merti Desa oleh masyarakat setempat, Merti Desa merupakan wujud syukur kepada Tuhan yang telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan bathin, juga untuk memohon keselamatan masyarakat setempat.
Merti Dusun Gandekan
Dusun Gandekan yang masuk dalam wilayah Kalurahan Guwosari merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Kalurahan Bantul. Dusun Gandekan merupakan wilayah pertanian yang juga berdekatan dengan obyek wisata Goa Selarong yang telah lebih dahulu menjadi ikon pariwisata sejarah di Kabupaten Bantul. Keberadaan Goa Selarong yang merupakan markas besar Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda yang akhirnya terkenal dengan sebutan Perang Jawa 1825-1830. Perang Jawa yang sangat berpengaruh bagi bangkitnya perjuangan rakyat yang juga menyebarke seluruh pelosok di Nusantara. Dari perjuangan Pangeran Diponegoro tersebut sejarah juga mencatat bahwa wilayah Gandekanyang memiliki Gunung Mijil juga menjadi saksi perjuangan rakyat ikut berjuang melawan penjajah, atas semangat itulah warga Padukuhan Gandekan memperingati dengan merti dusun.
Merti Dusun Kalakijo
Dusun Kalakijo melakukan kegiatan Merti Dusun ini merupakan yang pertama kali dilakukan pada tahun 2016. Pagi hari dilaksanakan acara kirab budaya dengan menggelar potensi-potensi kesenian dan kebudayaan maupum potensi lainnya yang dimiliki oleh Dusun kalakiko. Star dimulai dari Gor Dusun Kalakijo dan finis di Bambu Hall Ingkung Kuali yang diikuti ± 500 orang. Selesai kirab budaya dilanjutkan dengan umbul dungo pujho basuki untuk mendoakan pendiri dan para leluhur warga Kalakijo.
Merti Dusun Pringgading
Berbagai kegiatan dalam rangka memeriahkan Merti Dusun di Pringgading Guwosari, Pajangan, Bantul berlangsung semarak. Kegiatan Merti Dusun yang bertemakan ‘Pringgading Gumelar’ tersebut berlangsung selama empat hari, dimulai Kamis hingga Minggu. Rangkaian acara berupa doa bersama lintas agama, wayang kulit, ketoprak, senam bersama, pagelaran angguk, serta pentas potensi budaya di wilayah Padukuhan Pringgading, dan diakhiri dengan kegiatan kirab ini sebagai puncak acaranya. Kegiatan ini membuktikan bahwa Padukuhan Pringgading tetap peduli budaya nenek moyang di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat.
Wiwitan
Upacara wiwitan sendiri merupakan tradisi ritual persembahan menjelang panen padi sebagai wujud terima kasih kepada Sang Pencipta atas hasil panen yang diperoleh. Hal ini pula yang menjadi alasan Upacara Wiwitan dipilih untuk ditampilkan karena proses penanaman padi hingga masa panen mengandung filosofi serta nilai-nilai luhur yang pantas dilestarikan. Sebab, Kalurahan Guwosari ingin kekayaan budaya yang dimiliki tak hanya dipandang sebagai warisan, namun juga memberi nilai kesejahteraan bagi masyarakat.
Pengetan Kamardikan
Masyarakat Indonesia dikenal memiliki berbagai tradisi yang biasanya dilakukan untuk memperingati atau merayakan momen tertentu. Dari peringatan hari keagamaan hingga hari kemerdekaan, tradisi-tradisi tersebut kerap dilakukan dengan hikmat. Salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat dalam memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI adalah malam tirakatan 17 Agustus. Tradisi yang dilakukan pada malam hari sebelum 17 Agustus ini terus dilestarikan secara turun temurun.
Selikuran
Malam Selikuran atau yang jatuh pada malam ke-21 bulan Ramadhan, merupakan malam yang sangat istimewa bagi umat Muslim, yaitu satu diantara malam yang menjadi kesempatan kita mendapatkan Lailatul Qadar. Tradisi malam selikuran (21 Ramadhan) adalah tradisi budaya sekaligus religius (agama) yang syarat dengan makna. Pada umunya masyarakat jawa memperingati malam selikuran dengan berbagai ragam tradisi. Seperti halnya yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di Kalurahan Guwosari. Masyarakat di wilayah kalurahan guwosari melaksanakan kegiatan doa bersama dalam memperingati malam selikuran. Tradisi ini telah dilakukan selama bertahun-tahun dan menjadi bagian dari budaya lokal yang dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi unik yang menjadi ciri khas Malam Selikuran adalah terdapat kegiatan yaitu dengan adanya kegiatan buka bersama dengan membawa makanan dari rumah masinng-masing.
Ruwahan / Nyadran
uwahan diambil dari bahasa Arab yakni arwah yang memiliki makna roh, nyawa, dan jiwa. Ruwah juga bisa diartikan sebagai arwah atau roh orang-orang yang sudah meninggal dunia. Dengan demikian, ruwahan memiliki makna sebagai mengenang arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.
Muludan
Dalam tradisi Jawa, hari kelahiran Nabi Muhammad dikenal dengan istilah muludan. Salah satu daerah yang masih melestarikan tradisi muludan adalah Kalurahan Guwosari. Kegiatan muludan dilakukan disetiap wilayah di Kalurahan Guwoari, Muludan untuk memperingati Kanjeng Nabi Muhammad
Suran
Tradisi Malam Satu Suro/Sura adalah salah satu tradisi di bulan keramat berdasarkan kepercayaan masyarakat Pulau Jawa.[1] Tradisi ini menjadi sebuah hal yang bersifat turun temurun dari dahulu kala yang kemudian terus dilestarikan dari generasi ke generasi. Tradisi ini memiliki berbagai macam ritual yang berbeda di setiap tempat. Tujuan dari pelaksanaan ritual atau upacara ini adalah untuk meminta keselamatan serta ilham dari Yang Maha Kuasa agar tidak melakukan hal-hal buruk selama berlangsungnya bulan keramat tersebut sebagaimana Masyarakat Jawa merasa bahwa bulan tersebut merupakan waktu yang suci untuk memperbaiki diri tentang berbagai hal yakni tentang ungkapan syukur kepada Yang Maha Kuasa, evaluasi atas segala dosa sepanjang satu tahun yang sudah terlewati.
UPACARA TRADISI DAUR HIDUP YANG MASIH DILAKUKAN WARGA GUWOSARI
(ꦲꦸꦥꦕꦫꦠꦿꦢꦶꦱꦶꦢꦲꦸꦂꦲꦶꦢꦸꦥ꧀ꦥꦶꦁꦏꦁꦠꦏ꧀ꦱꦶꦃꦏꦠꦶꦤ꧀ꦢꦏꦏꦺꦤ꧀ꦲꦶꦁꦒꦸꦮꦺꦴꦱꦫꦶ)
(ꦲꦸꦥꦕꦫꦠꦿꦢꦶꦱꦶꦢꦲꦸꦂꦲꦶꦢꦸꦥ꧀ꦥꦶꦁꦏꦁꦠꦏ꧀ꦱꦶꦃꦏꦠꦶꦤ꧀ꦢꦏꦏꦺꦤ꧀ꦲꦶꦁꦒꦸꦮꦺꦴꦱꦫꦶ)
Pasang Tarub/Bleketepe
Pasang tarub bertujuan untuk menyimbolkan harapan-harapan keluarga kedua mempelai demi kelancaran dan keselamatan masa depan keluarga pengantin. Selain itu, pasang tarub juga bertujuan untuk menghias rumah atau tempat tersebut supaya indah dan terlihat megah.
Hiasan tersebut juga bertujuan untuk memeriahkan prosesi pernikahan yang dianggap sebagai perayaan kedua mempelai sebagai raja dan ratu dalam satu hari. Tarub dengan segala kelengkapannya juga memberikan makna filosofis rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tanda isyarat kepada tetangga serta sanak saudara bahwa di rumah tersebut akan diadakan pernikahan.
Pinyuwunan / Selamatan menjelang pernikahan
Permohonan kepada Tuhan agar pelaksanaan pernikahan dapat selamat, menjadi keluarga yang sakinah Mawadah warohmah, Ayom, ayem, Toto Titi Tentrem. Biasanya dilakukan 1 Hari sebelum Akad Nikah.
Kembarmayang
Pembuatan Kembar Mayang dalam rangkaian pernikahan. Kembarmayang adalah sepasang rangkaian hiasan dari beberapa dan, buah dan bunga. Kembar Mayang dipercaya sebagai bagian dari sebuah ritual, sebuah sarana pada temu pengantin Jawa. Maknanya sebagai perlambang terbentuknya keluarga baru.
Siraman
Upacara Siraman merupakan prosesi dari rangkaian upacara pernikahan, untuk mengawali dalam merias calon pengantin. Dalam upacara ini, banyak terdapat lambang atau simbol yang dapat dijadikan sebagai pelajaran atau pedoman bagi calon pengantin, untuk mengaruhi kehidupan berumah tangga. Lambang atau simbol tersebut intinya mengenai petuah atau nasehat yang bermanfaat untuk bekal hidup calon pengantin
Mapati
Upacara Mapati ialah kegiatan yang diselenggarakan pada saat kehamilan telah berusia empat bulan. Pada saat kandungan berusia empat bulan (seratus dua puluh hari) roh mulai dimasukan ke dalam tubuh calon bayi. Oleh karena itu melalui upacara Ngupati ini memohon agar roh yang masuk ke dalam si bayi adalah roh yang baik. Upacara mapati berupa selamatan kenduri. Kenduri biasanya diselenggarakan di rumah orang tua pihak istri atau tempat tinggal pasangan suami istri tersebut. Perlengkapan selmatan kenduri berupa sesaji yaitu: tumpeng nasi megono, jajan pasar, bubur abang putih, dan kupat sumpel.
Ada yang berbeda dari upacara adat hamil lainnya yaitu ada sajian kupat pada kenduri ngupati, kupat diikutsertakan di besek yang dibawa pulang para undangan yang hadir hadir. Ngupat sebenarnya menjadi pralambang kalau jabang bayi sudah masuk tahap ke papat (empat) dalam proses penciptaan menungsa. Upacara adat ngupat harus diselenggarakan pada hari yang baik menurut perhitungan Jawa. Sesaji dalam upacara ngupati terdiri dari: tumpeng nasi megono, jajan pasar, bubur abang putih, dan kupat sumpel. Selain itu dilakukan doa bersama dengan membawa Surat Maryam atau Yusuf.
Menurut kepercayaan, upacara Mapati ini adalah untuk memohon kepada Tuhan supaya bayi yang dikandung calon Ibu bisa selamat. Begitupun juga dengan Ibu yang melahirkannya.
Tingkeban / Mitoni
Tradisi "mitoni" adalah sebuah upacara tradisional Jawa yang dilakukan untuk merayakan kehamilan seorang wanita yang sudah memasuki usia kehamilan tujuh bulan. Upacara mitoni merupakan salah satu dari berbagai macam upacara yang dilakukan dalam budaya Jawa untuk menghormati momen penting dalam kehidupan seseorang.
Tujuan dari tradisi mitoni adalah untuk memberikan perlindungan spiritual kepada calon ibu dan bayi yang ada di dalam kandungan serta untuk memastikan kelancaran proses kehamilan dan persalinan. Selain itu, tradisi ini juga menjadi momen kebersamaan dan mempererat hubungan antara keluarga dan kerabat yang terlibat dalam acara tersebut.
Dalam acara ini disediakan Bubur, gudhangan, nasi megana, jajan pasar, rujak, ketan, tumpeng, pisang ponthang.
Brokohan
Brokohan adalah sebuah istilah dalam budaya Jawa yang mengacu pada sebuah tradisi di mana sekelompok orang berkumpul untuk makan bersama dalam sebuah acara yang biasanya merujuk pada kegiatan makan bersama yang diadakan oleh keluarga yang baru saja memiliki bayi baru lahir. Tradisi ini juga bisa disebut sebagai "Selametan Brokohan" atau "Selamatan Brokohan."
Dalam tradisi brokohan, makanan yang disajikan biasanya adalah hidangan tradisional Jawa atau hidangan khas daerah tertentu. Makanan-makanan ini disiapkan dengan jumlah yang banyak dan diberikan kepada para tamu yang hadir. Acara ini juga bisa melibatkan beberapa ritual atau doa sebagai bagian dari perayaan.
Puputan sepasaran
kegiatan ini sebagai ucapan syukur atas kelahiran sekaligus Aqiqoh anak dengan penyembelihan kambing serta pemberian nama bayi. Daging kambing, (aqiqah) tumpeng weton beberapa macam sayurankacang panjang, bumbu urap, telur ayam, buah- buahan, bubur
Selapanan
Acara selamatan ini dilakukan saat sang bayi berusia 35 hari atau selapan. Perhitungan ini dihitung berdasarkan kalendar Jawa, sehingga masyarakat Jawa menghitung hari dalam hitungan minggu sebanyak tujuh hari (Senin – Minggu) dan hitungan pasaran dimana satu pasaran berjumlah lima hari (Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi). Perhitungan selapan berasal dari perkalian antara tujuh dan lima yang menghasilkan 35 hari. Pada hari ke 35 ini didapatkan pertemuan angka kelipatan antara tujuh dan lima. Pada hari ini juga, hari weton si bayi akan berulang. Sebagai contoh, bila sang bayi lahir pada Kamis Pahing, maka selapanannya akan jatuh tepat pada hari Kamis Pahing pula.
Sebelum acara Selapanan dilakukan, pada sore hari warga bersama-sama bergotong royong membuat tumpeng yang berisi makanan (bancakan) untuk kemudian dibagi-bagikan kepada kerabat dan anak-anak kecil di Lingkungan rumah. Bancaan ini dibuat dengan harapan agar bayi nantinya bisa berguna, bermanfaat, dan membahagiakan masyarakat sekitar. Dalam bancaan ada menu makanan wajib yang harus ada yaitu nasi putih dan gudangan atau urap yang terdiri dari berbagai sayuran yang diberi bumbu parutan kelapa.
Nantinya nasi putih dan urap ini akan ditempatkan dalam wadah yang disebut pincuk yang terbuat dari daun pisang yang dibentuk seperti mangkok. Sementara itu dalam bancaan menu tambahan yang biasa ditambahkan yaitu telur rebus atau telur pindang. Telur banyak dipilih sebagai menu lauk pelengkap bancaan Selapanan karena dianggap mewakili asal mula kehidupan.
Bedhah Bumi
Prosesi pertama untuk membuat liang lahat pemakaman jenazah, dimulai dari mbah kaum yang memanjatkan doa dan menentukan posisi liang lahat
Surtanah
Syukuran atas selesainya pembuatan liang lahat dengan pembuatan nasi tumpeng dan dimakan bersama para warga yang gotong royong membuat liang lahat.
Tahlil Kematian
Kegiatan dalam rangka mengirim doa kepada orang meninggal, kegiatan ini dilakukan dalam rentan waktu :
Pitungdino (7 Hari)
Patangpuluh (40 hari)
Nyatus (100 hari)
Peling (1 tahun dan 2 tahun)
Nyewu (1000 hari setelah kematian)
Ngijing
Ngijing berasal dari kata kijing (nisan), sedangkan ngijing berarti pemasangan kijing (nisan). Tradisi Ngijing pada upacara Selamatan Nyewu, Tradisi ngijing pada dasarnya adalah untuk menandai lokasi pemakaman anggota keluarga yang meninggal terlebih dahulu dengan kijingan yang bentuknya juga beraneka ragam. Tradisi ini dilakukan tepat 1000 hari kematian
Ngunggahke Molo
Munggah Molo merupakan adat tradisi turun-temurun yang masih dijalankan oleh masyarakat Kalurahan Guwosari. Tradisi ini tidak hanya sebagai bentuk syukuran atas selesainya pembangunan tahap awal, namun juga sebagai wadah untuk doa keselamatan dan kelancaran hingga rumah selesai dibangun.
Ada beberapa hal yang perlu disiapkan dalam tradisi ini. Pemlik rumah harus mengadakan syukuran / hajatan yang dihadiri oleh tetangga sekitar, termasuk para tukang serta dihadirkan seorangsesepuh untuk memimpin tradisi munggah molo. Syukuran ini biasanya diisi dengan tahlilan dansholawat bersama. Setelah itu, pemilik rumah akan menyiapkan beberapa menu makanan seperti jajanan pasar,jenang delapan rupa, pisang, ayam ingkung ,tumpeng.
https://sid.guwosari.desa.id/artikel/2023/8/24/tradisi-munggahke-molo-di-lumbung-mataraman-guwosari
