TATA RUANG, WARISAN BUDAYA DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
ꦠꦠꦫꦸꦮꦔ꧀ꦮꦫꦶꦱ꧀ꦱꦤ꧀ꦢꦤ꧀ꦤꦂꦱꦶꦠꦺꦏ꧀ꦠꦸꦂꦭꦺꦴꦏꦭ꧀
Goa Selarong Kakung / Goa Secang terletak di sebelah barat Goa Selarong Putri. Goa Selarong Kakung dan Goa Selarong juga dikenal oleh warga dengan nama Goa Secang. Hal ini karena dulunya Bukit Selarong banyak ditumbuhi pohon secang. Gua Selarong Kakung diperkirakan merupakan gua yang telah ada pada zaman Hindu sebelum Pangeran Diponegoro menggunakannya sebagai tempat semadi. Di sinilah Pangeran Diponegoro biasa melewatkan malam tirakatnya sebelum pagi harinya kembali ke Tegalrejo. Gua memiliki ukuran: panjang mulut gua 2,64 m, tinggi mulut gua 1,7 m, kedalaman gua 4,03 m, serta tinggi ruang gua 1,85 m. Pada mulut gua terdapat profil yang diperkirakan merupakan kala unfinished. Fitur tersebut tampak pada sebelah kiri mulut gua berupa dua guratan lis sepanjang 135 cm dengan jarak antar lis 15 cm pada ketinggian 140 cm. Di sisi timur dan barat dinding gua terdapat pahatan berupa panil dan pilar, sedangkan di bagian utara gua terdapat altar yang juga merupakan hasil pahatan. Panil dan pilar pada dinding timur gua berukuran 227 cm x 107 cm. Sedangkan panil dan pilar pada dinding barat berukuran 272 cm x 103 cm. Altar berukuran 281 cm dengan lebar 98 cm, serta tingginya 109 cm. Panil dan pilar inilah yang mengindikasikan pemanfaatan awal gua sebagai tempat beribadah penganut agama Hindu. Di depan gua terdapat dua buah yoni yang posisinya terbalik. Bagian depan mulut gua diberi struktur baru berupa pagar tembok dan lantai dari tatanan ubin batu andesit yang dibangun pada tahun 2016.
https://sid.guwosari.desa.id/artikel/2023/5/22/sejarah-goa-selarong
Goa Selarong / Goa Secang 2 berjarak sekitar 50 m di sebelah timur Goa Selarong Kakung. Posisi gua memanjang dari barat ke timur. Mulut gua menghadap ke arah selatan, berukuran panjang 9,85 m dan tinggi 1,4 m. Kedalaman gua 7,54 m dan ketinggian gua bagian dalam 2,52 m. Keadaan di dalam Goa Selarong Putri berupa runtuhan batuan kapur yang terkikis oleh air dan akar pohon yang menjalar hingga ke dalam gua. Goa Selarong Putri terbentuk secara alamiah. Saat ini di depan mulut gua terdapat pagar tembok dan lantai dari tatanan batu andesit yang dibentuk seperti ubin. Tebing di atas mulut gua ditumbuhi pohon-pohon yang akarnya menjalar hingga ke dalam gua.
https://sid.guwosari.desa.id/artikel/2023/5/22/sejarah-goa-selarong
Arca Agastya Nomor Inventaris BG. 1815 Koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bukti arkeologis serta sebagai bukti sejarah yang memberikan data dalam menjelaskan kehidupan pada masa Jawa Kuno, khususnya keberadaan masyarakat yang menganut agama Hindu di wilayah Desa Guwosari, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul.
Batu Monolit Nomor Inventaris C.93d terletak di kebun milik Toyono yang berada di atas bukit di sebelah selatan Gua Selarong. Batu monolit memiliki profil lis di bagian kakinya. Di atas lis terdapat profil ojief atau genta. Di ketiga sisi batu terdapat hiasan ceplok bunga. Pada bagian atas batu monolit terdapat bekas terpotong yang tidak sempurna sampai kaki batu monolit.
https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/3998/batu-monolit-nomor-inventaris-c-93d
Yoni merupakan simbol dari Dewi Parwati, yakni pasangan/sakti dari Dewa Siwa yang merupakan dewa tertinggi dalam agama Hindu. Keberadaan yoni pada umumnya disertai dengan lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Lingga yang ditempatkan di atas yoni merupakan lambang penyatuan antara Dewa Siwa dan Dewi Parwati.
Yoni Nomor Inventaris C.95 terletak di depan Gua Kakung dan ditempatkan di sebelah timur mulut gua. Posisi yoni terjungkir sehingga lubang di tengah yoni tidak terlihat. Cerat yoni patah seluruhnya. Pada bagian sisi yoni terdapat hiasan berupa lis. Salah satu sudut bawah yoni sedikit rompal.
Yoni Nomor Inventaris C.93b di Padukuhan Kembangputihan, Kalurahan Guwosari, Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul terletak di kebun milik Toyono yang berada di bukit sebelah selatan Gua Selarong. Yoni ditempatkan dengan posisi tegak/ tidak terjungkir sehingga lubang yang ada di tengah yoni kelihatan. Permukaan yoni tidak rata dan rompal. Pada sisi-sisi yoin terdapat hiasan berbentuk lis.
Total terdapat 7 yoni sesuai dengan SK Bupati Bantul.
Di puncak bukit Goa Selarong terdapat dua buah makam yang bersisian dibawah pohon meranggas yang disusun dari bebatuan. Makam tersebut adalah makam seorang pertapa yang merupakan guru dari Pangeran Diponegoro yang bernama Kyai Usrek atau Kyai Secang. Dan disebelahnya adalah makam sang istri dari petapa tersebut. Konon Pangeran Diponegoro sudah pernah mendatangi Goa selarong sebelumnya untuk bersemedi dan belajar dari gurunya tersebut.
Pada malam selasa dan jumat kliwon masih banyak orang yang berdatangan untuk mengalap berkah di makam tersebut. Menurut penuturan penjaga goa tersebut yaitu bapak Marsudi, ada orang yang memintanya mengantar ke makam tersebut, tetapi hanya sebentar lantaran tidak kuat melihat ada ular naga besar yang seperti menjaga makam tersebut.
Sendang Manikmaya juga menjadi destinasi ziarah bagi sejumlah besar peziarah. Keberadaan mata air di sendang ini diperkirakan sudah ada sejak masa Perang Jawa atau Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Meskipun terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa sumber mata air tersebut sudah muncul jauh sebelum periode tersebut. Sendang ini dipercaya sebagai salah satu lokasi persediaan air yang banyak dimanfaatkan oleh para pengikut setia Pangeran Diponegoro ketika berlangsung perjuangan melawan penjajah pada masa itu. Tidak mengherankan jika kemudian Sendang Manikmaya menjadi situs bersejarah yang memiliki nilai spiritual yang mendalam bagi masyarakat. Bukti-bukti arkeologis berupa artefak dan struktur bangunan kuno di sekitar kawasan sendang ini memberikan indikasi kuat akan keberadaan yang signifikan pada masa lalu. Kondisi hidrogeologis pegunungan kapur yang merupakan akuifer produktif menjadi faktor utama terbentuknya sumber mata air abadi di lokasi tersebut.
kompleks pesarean Panti Laya yang dibangun tahun 1972. Di dalam kompleks pemakaman ini terdapat sebuah makam tua yang oleh masyarakat sekitar dikenal dengan makam Mbah Jenggot. Mbah Jenggot merupakan tokoh cikal bakal masyarakat Karangber dan juga nama lain dari Ki Ageng Mangir Megatsari.
makam Mbah Kyai Cempo dan makam kuno yang belum teridentifikasi di dusun Kentolan Kidul, Guwosari, Pajangan Bantul
bukit kecil bernama Gunung Mijil yang menyimpan sejuta kisah heroik perjuangan melawan penjajah. Gunung inilah yang menjadi saksi bisu atas kemenangan pertama pasukan Pangeran Diponegoro dalam mengusir kekuatan Belanda pada 1825, pemicu utama berkobarnya Perang Jawa (1825-1830).
Menurut catatan sejarah, Gunung Mijil berfungsi sebagai pusat komando dan pengintaian bagi bala tentara rakyat yang dipimpin langsung Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi. Dari atas bukit, mereka mengawasi jalannya pertempuran sengit di Dusun Dukuh, Gandekan, dan desa-desa sekitar melawan pasukan Belanda.
Komboran merupakan tempat makan dan minum kuda-kuda Pangeran Diponegoro. Kuda itu bernama Kyai Gentayu, kuda hitam yang gagah dengan warna putih di ujung keempat kakinya. Kuda tersebut diberikan kepada Pangeran Diponegoro sebagai hadiah hadiah saat Pangeran Diponegoro khitan, kuda dibeli dari pedagang Cina pemasok keperluan keraton.
lokasi komboran tersebut berada di padukuhan kembangputihan, warga mencoba memindahkannya namun hingga saat ini belum bisa, konon selalu ada kejadian mistis ketika ingin memindahkan komboran tersebut.
Rumah Joglo Bapak H.Slamet HS yang masih bangunan Joglo Asli sejak dulu di Padukuhan Dukuh Guwosari Pajangan Bantul
Hasil Obeservasi Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta